Minggu, 26 Desember 2010

Ada Pasar (Besar) Menanti Inovasi Produk Syariah

Tahun 2011 diyakini sebagai tahun cerah bagi pertumbuhan perbankan syariah. Diperkirakan hingga akhir tahun 2011 bisa lebih dari 15 bank syariah di Indonesia. Edukasi masyarakat perihal perbankan syariah oleh berbagai pihak makin gencar. Perbankan diharapkan mampu menyiapkan inovasi produk syariah yang menarik masyarakat
Tak terasa keberadaan perbankan syariah di Indonesia sudah hampir 20 tahun. Banyak cerita yang dihasilkan dari perjalanan ini. Yang pasti cerita ini diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia. Atas dorongan kuat Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), beberapa pengusaha muslim dan pemerintah pada saat itu, akhirnya pada 1991 Bank Muamalat berdiri.

Menurut Direktur Bank Muamalat, Arviyan Arifin selama tujuh hingga delapan tahun Indonesia Muamalat menjadi pemain tunggal di industri ini. Bisa dibilang saat itu mendirikan Bank Muamalat sangat nekat. Maklum undang-undang yang mengatur perbankan syariah belum diterbitkan pemerintah. Namun berbekal keyakinan dan dukungan dari berbagai pihak Muamalat berani menawarkan produk yang terbilang baru di Indonesia.
Hingga 2007 perkembangan perbankan syariah terbilang lambat, buktinya hingga tahun itu hanya ada 3 bank syariah di Indonesia. Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Memang sih beberapa bank konvensional sudah memiliki unit usaha syariah, tapi terasa kurang afdol jika bisnis syariah ini masih bersatu dengan bank konvensional.
Namun setelah ada krisis 2008 banyak hikmah yang bisa diambil. Termasuk di industri ini, karena banyak yang akui perbankan syariah memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan perbankan konvensional. “Hal ini menjadi potensi bahwa Islamic finance dapat berkontribusi dalam tatanan sistem perekonomian yang memiliki resiliensi tinggi,” kata Darmin saat paparan makalahnya dalam uji kelayakan dan kepatutan calon gubernur BI beberapa waktu lalu di Gedung DPR.
Sejak itulah industri perbankan syariah semakin dilirik oleh berbagai pihak ditambah lagi pada 2008 akhirnya undang-undang perbankan syariah di Indonesia disahkan. Setelah hadirnya payung hukumnya tampak pertumbuhan yang signifikan.
Kini telah hadir 11 Bank Umum Syariah (BUS). Ditambah dengan 23 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 144 BPR Syariah, dengan total jaringan kantor 1539 dan jumlah rekening sebanyak 5.641.087.
Perbankan syariah yang terbilang baru tumbuh ini, langsung membuktikan nikmatnya pasar di Indonesia. Buktinya hampir semua BUS dan UUS mengalami pertumbuhan yang pesat. Bank Syariah Bukopin (BSB) hingga Juni 2010 mengalami pertumbuhan mencapai Rp1,9 triliun atau meningkat hampir tiga kali lipat dibanding periode sama tahun 2009.

Aset Bank Syariah
Pertumbuhan ini tentu saja berdampak baik bagi industri syariah secara nasional. Namun pesatnya pertumbuhan ini, masih jauh yang ditargetkan apalagi jika dibandingkan dengan pangsa pasar perbankan konvensional. Saat ini pangsa pasar perbankan syariah masih di bawah 3% . Artinya, bank konvesional masih menguasai 97%. Angka ini juga jauh dari target BI yang 5 % dari pangsa perbankan nasional sejak akhir tahun 2008 lalu.
Demi mencapai target itu, pada tahun ini Bank Indonesia menargetkan pertumbuhan bisnis perbankan syariah hingga akhir tahun mencapai 33-35%.
Menurut pengamat perbankan syariah Adiwarman Azwar Karim untuk mencapai pertumbuhan dan makin berkibar BI dan industri perbankan hendaknya menyiapkan beberapa pondasi yang kuat. Salah satunya dengan penyelesaian masalah sumber daya manusia (SDM). “Setiap bank umum syariah membuka cabang baru, pasti ada kekurangan SDM,” ujarnya.

Pondasi lainnya adalah mengembangkan produk syariah. “Sekarang kan masih sederhana dan tidak berbeda dengan produk konvensional. Padahal kan produk syariah ini banyak dan pasti menarik bagi masyarakat. Diharapkan industri perbankan syariah secara bertahap berani menawarkan produk syariah baru,”katanya.
Memang harus diakui hingga kini pasar yang terbesar adalah menawarkan produk yang dibutuhkan masyarakat sekarang ini. Produk pembiayaan (termasuk pembiayaan kendaraan maupun kepemilikan perumahan-red) adalah produk yang kini menjadi primadona di sektor ini. Makanya tidak bisa disalahkan jika hampir semua BUS berlomba untuk menawarkan produk ini.
Butuh inovasi
Jika melihat pasarnya, Adi sangat yakin selain produk “duplikasi” dari bank konvensional masih banyak yang belum digarap oleh perbankan syariah selama ini. Yang patut dicontoh menurutnya adalah beberapa bank syariah sudah menawarkan produk inovasi, lihat saja unit usaha syariah Danamon dan BNI syariah meluncurkan kartu kredit bernafaskan syariah. Kartu kredit ini belum banyak yang menggarap.
Selain itu ada, perbankan syariah juga belum banyak yang menawar produk yang khusus bagi nasabah premium misalnya. Produk untuk pasar mikro juga belum banyak terjamah. Dan produk untuk pasar mikro yang belum populer adalah produk gadai syariah.
Di Indonesia sendiri, industri yang bermain di segmen ini baru ada di pegadaian syariah dan beberapa bank syariah seperti BRI Syariah dan Bank Syariah Mandiri. Padahal, gadai syariah memiliki banyak keuntungan. Misalnya, gadai syariah tidak harus menggunakan agunan, bentuknya lebih likuid dan belum terkena pajak.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah semua stakeholder di industri perbankan syariah ini tidak lelah untuk mempromosikan dan menjelaskan menjelaskan perbedaan dan keuntungan berbagai produk perbankan syariah dibandingkan produk perbankan konvensional kepada masyarakat. “ Maklum pasar condong memilih produk yang lebih menguntungkan jika dibandingkan masalah halal dan haram,” katanya. Jika tidak berhasil dipersoalan ini jangan salahkan masyarakat jika lebih memilih produk konvensional.

Tidak ada komentar: