Selasa, 04 Januari 2011

Soekarno Speech about Food



Jika melihat permasalahan ketahanan pangan nasional sekarang yang begitu fluktuatif (kadang aman kadang ga), jadi teringat pidato sang proklamator Soekarno. Pidato yang sangat menggugah dan selalu dibahas olah banyak orang. Pidato yang berisikan ramalan kondisi masa yang akan datang dan begitu pentingnya menjaga ketahanan pangan . Pidato yang diucapkannya dalam memberikan sambutan ketika peletakan batu pertama gedung Fakultas Pertanian di Bogor pada 27 April 1952 :
“Mengertikah engkau, bahwa kita sekarang ini menghadapi satu bayangan hari kemudian yang amat ngeri, bahkan satu todongan pistol “mau hidup atau mati”, satu tekanan tugas “to be or not to be”. Didalam tahun 1960 nanti tekor kita sudah akan 6,3 milyar ton – nanti pada tahun 1970 kalau penduduk kita sudah menjadi 90 – 95 juta, dan berapa lagi dalam tahun 1980 kalau penduduk kita lebih dari 100 juta?
Engkau pemuda-pemudi, engkau terutama sekali harus menjawab pertanyaan itu, sebab hari kemudian adalah harimu, alam kemudian adalah alammu. – bukan alam kami kaum tua, yang vroeg of laat akan dipanggil pulang ke Rachmatullah
……Tiap tahun zonder kecuali zonder pause, zonder ampun. Soal beras ini akan datang, – dan akan datang crescendo – makin lama makin hebat – makin lama makin sengit – makin lama makin ngeri – selama tambahnya penduduk yang cepat itu tidak kita imbangi dengan tambahnya persediaan bahan makanan yang cepat pula!”

Kewajiban menjaga ketahanan pangan ternyata sudah dipikirkan Presiden pertama Indonesia tersebut pada 58 tahun lalu. Sejak itulah ketahanan pangan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam perpolitikan negeri ini. Sayangnya hingga sekarang masalah itu tampaknya belum juga terpecahkan, padahal penduduk Indonesia, menurut BPS, sudah mencapai 370 juta orang. Begitu pun dengan jumlah penduduk bangsa lain di seluruh dunia yang terus terus ikut bertambah.


Dengan bertambahnya penghuni planet bumi ini tentu saja semakin membutuhkan lahan yang tak sedikit untuk mereka tinggal dan melakukan aktifitas lainnya. Kondisi ini sekaligus membuat semakin sempitnya area lahan pertanian yang menjadi penopang hidup mereka selama ini. Akibatnya sejak itu pula hingga ke depan, dunia akan selalu terancam kekurangan berbagai macam pasokan alam seperti energi dan pangan yang mengakibatkan bisa menimbulkan ketegangan antar bangsa.
Konflik di Iraq, Afganistan dengan Amerika Serikat adalah salah satu contoh nyata telah terjadinya konflik antar bangsa yang pada hakekatnya adalah persaingan menguasai sumber daya alam.
Diversifikasi pangan
Lebih dari 58 tahun yang lalu, pada tahun 1952, sama sekali tak terbayangkan bahwa suatu saat kemampuan dunia dalam memproduksi padi yang bisa diperdagangkan akan terbatas.Dan sekarang ini sudah mulai dirasakan di mana negara-negara produsen pangan (beras dan gandum) seperti India, Thailand, Vietnam, China terus membatasi ekspor produk pangan tersebut. Mereka lebih suka untuk mengamankan ketahanan pangan dalam negeri sendiri terlebih dahulu.
Sebenarnya Indonesia sudah memiliki blue print ketahanan pangan, sayangnya sangat lambat diterapkan. Salah satu upaya yang digalakan adalah membebaskan masyarakat dari ketegantungan beras yang selama ini dijadikan bahan makan utama (diversifikasi pangan).

Upaya ini sebenarnya didukung oleh banyak pihak, dan ini sudah mulai terasa. Salah satu yang mulai sukses dilakukan adalah penggunakan pangan dari tepung. Kini beragam produk pangan yang berasal dari tepung dengan mudah ditemui oleh kita. Dan hebatnya tepung yang hadir tidak hanya terbuat dari gandum semata, kini banyak yang diolah dari tanaman yang bisa tumbuh di Indonesia.

Mie, bihun, batagor, gorengan, kue-kue hingga roti kini setiap hari selalu dinikmati oleh sebagian masyarakat Indonesia. Inilah salah satu keberhasilan diversifikasi pangan. Namun sayangnya meskipun sudah membuminya tepung tidak disertai dengan pengurangan konsumsi beras.

Bahkan setiap tahun yang terjadi justru adanya kenaikan konsumsi beras. Saya sendiri meskipun sarapannya kadang roti, tapi kaya tidak nendang diperut, dan akhirnya tak lama kemudian disertai sarapan dengan nasi uduk atau bubur ayam, atau mie goreng.
Sekarang kuncinya mungkin setelah ada alternatif untuk konsumsi selain beras, adalah merubah mind set atau budaya masyarakat bahwa mengkonsumsi makanan yang terbuat dari tepung sama halnya dengan mengkonsumsi nasi yang berasal dari beras.
Tugas siapa tah? Masa yang dimakan kita semua banyaknya mengandung karbohidrat sih. Pantesan saja pas kerja suka mengantuk. Jayalah Indonesia, Garuda di dadaku !!

Tidak ada komentar: